Banyak ide untuk mewujudkan rumah hemat energi dan ramah lingkungan. Misalnya, dengan mengurangi pemakaian piranti listrik, menggunakan lampu hemat energi, memakai material bekas, membuat bukaan-bukaan dan taman di dalam rumah, dan lain-lain. Tapi, di antara semua itu yang paling krusial adalah penggunaan energi
Sekarang kita masih mengandalkan energi berbahan bakar fosil. Padahal seiring meningkatnya jumlah penduduk dan permintaan energi, kita tidak mungkin lagi bergantung pada energi fosil. Karena itu New Energy and Industrial Technology Development Organization (NEDO), sebuah lembaga riset milik pemerintah Jepang, mencoba memperkenalkan konsep rumah ramah lingkungan dan hemat energi.
Rumah yang diberi nama Zero Emission House ini sudah dipertontonkan kepada peserta KTT G8 di Hokkaido, Jepang, Juni 2008. Dalam Indonesia-Japan Expo 2008 di Jakarta awal November, maketnya dipamerkan. Rumah dibangun dengan bahan-bahan yang tidak merusak lingkungan, didukung piranti teknologi inovatif dan hemat energi.
“Eco House ini menggabungkan teknologi energi baru, konservasi energi dan lingkungan,” kata Hisashi Fujita, Deputy Director International Projects Management Division Energy and Environment Technology Center NEDO, kepada HousingEstate. Untuk itu NEDO bekerjasama dengan industri terkenal Jepang seperti Panasonic, Mitsubishi, Sony, Toshiba, Sharp, dan lain-lain.
Daur ulang
Struktur rumah memakai eco cement yang terbuat dari sisa-sisa pembakaran limbah kota seperti abu, lumpur, tanah liat, dan batu kapur. “Jadi, kita sekaligus membantu mengatasi permasalahan sampah di kota-kota besar seperti Tokyo,” ujarnya. Eco cement itu diproduksi Taiheiyo Cement Corporation. Sedangkan atap kombinasi green roof dan panel sel surya.
Kebutuhan energi rumah disuplai panel surya itu yang menghasilkan 14,5 kilowatt, plus listrik dari turbin angin sebesar satu kilowatt. Lebih dari cukup untuk memenuhi kebutuhan energi di rumah tersebut. Kedua pembangkit tidak butuh bahan bakar dan tidak memproduksi emisi berbahaya (CO2). Pemakaian energi dari panel surya sebesar 4,3 kilowatt setara dengan pengurangan CO2 yang diserap 160 pohon dalam setahun.
Turbin angin ringan tapi kuat dengan bahan dasar serat karbon. Karena itu cukup efektif menghasilkan listrik. Sebagai contoh, tiupan angin dengan kecepatan lima meter/detik saja sudah menghasilkan listrik 110 watt hour. Sementara panel surya siap pasang sudah tersedia di banyak negara, seperti Airdolphin dari Zephyr Cooperation (Jepang).
Lampu OLED
Tidak seluruh daya langsung dipakai. Sebagian disimpan dalam baterai lithium sehingga kebutuhan listrik pada malam hari tetap terpenuhi. Pada siang hari penggunaan listrik diminimalisir dengan membuat banyak bukaan yang memungkinkan pemanfaatan cahaya matahari sebagai sumber penerangan utama.
Untuk itu sebagian penutup atap memakai lembaran polikarbonat atau kaca transparan (sistem pencahayaan mirror duct). Sedangkan bohlamnya dipakai yang sudah menerapkan teknologi organic light-emitting diode (OLED). Bentuknya tipis, ringan, dengan sinar melebar dan sangat terang. Daya tahannya sama dengan lampu neon..“Di masa depan OLED akan lebih efisien dibanding lampu neon,” ujar Hisashi.
Agar ruang tetap nyaman di siang hari, rumah dilapisi papan insulasi hibrida. Tebalnya hanya setengah tebal papan urethane yang biasa dipakai sebagai insulasi, tapi cukup kuat. Papan terdiri dari lapisan busa urethane, insulasi hampa udara, film anti lembab dan papan gipsum. Selain kedap suara, papan juga tahan api, dan mampu menepis masuknya udara lembab ke dalam rumah.
Pompa kalor
Untuk kebutuhan air panas rumah eco friendly ini mengaplikasikan teknologi pompa kalor yang bisa juga untuk menyalakan AC. Pompa kalor mampu menghasilkan energi panas berlipat-lipat, namun tetap aman karena tidak menghasilkan api dan emisi gas buang. Air panas juga bisa dibuat dengan bahan bakar sel dari hidrogen dan oksigen.
Furnitur rumah seperti meja dan kursi dibuat dari kayu bekas pakai atau limbah kayu, yang bisa diperoleh dari bongkaran. Proses pembuatan furnitur juga memakai bahan yang aman, seperti lem ramah lingkungan dan zat tannin yang terkandung dalam kulit kayu.
Piranti elektroniknya juga dipilih yang inovatif dan hemat energi, seperti baterai lithium ion keluaran Mitsubishi. Baterai portable ini berkapasitas tinggi, ramah lingkungan, awet dan bisa digunakan untuk berbagai keperluan. Rumah tetap memakai AC tapi yang sangat hemat energi seperti Toshiba tipe Daisekai RAS-402BDR.
Tipe ini memiliki fitur yang bisa mengecek biaya listrik dan kondisi termal. Televisinya Sony XEL-1 jenis OLED TV yang tipis (hanya tiga mm) dan irit listrik. Sementara kendaraan disediakan sepeda motor listrik atau mobil berbahan bakar biodisel dari bunga matahari.
Karena hanya satu dan masih berupa prototipe, biaya membangun rumah satu lantai seluas 280 m2 ini memang masih super mahal untuk ukuran kita. Yaitu, sekitar dua juta dolar AS atau hampir Rp24 miliar/unit. “Tapi, kalau nanti sudah populer dan massal, eco house ini akan lebih mudah diterapkan,” kata Hisashi.
Blogger Comment
Facebook Comment