Cara Mudah Memahami dan Memilih KPR Part-3

PENDUKUNG FASILITAS KPR - TAPERUM PNS DAN JAMSOSTEK

Salah satu masalah dalam pengadaan rumah bagi masyarakat berpenghasilan rendah seperti PNS dan pekerja industri (blue collar), adalah rendahnya daya beli. Pemerintah sudah membantu meningkatkan daya beli itu dengan menyediakan KPR bersubsidi. Tapi, tetap saja belum memadai membantu PNS menjangkau harga rumah.

Belum bicara soal kesulitan menyediakan uang muka yang untuk rumah sederhana sehat (RSH) bersubsidi sebenarnya sudah rendah, yaitu hanya 10 persen dari harga rumah. Dari sinilah muncul lembaga pendukung pembiayaan pemilikan rumah yang menyediakan bantuan uang muka.

Salah satunya adalah Tabungan Perumahan (Taperum) PNS. Menurut Keppres pendiriannya, bantuan uang muka dari Taperum terbatas Rp1,2 juta untuk PNS golongan I, Rp1,5 juta untuk PNS golongan II, Rp1,8 juta untuk PNS golongan III, dan Rp2 juta untuk PNS golongan IV.

Sekarang nilai bantuan itu jelas tidak memadai karena harga rumah terus naik. Untuk rumah tipe 21/60 seharga Rp49 juta saja, uang mukanya sudah Rp4,9 juta. Ditambah biaya KPR dan lain-lain total menjadi Rp7 juta. Karena itu Taperum pun muncul menawarkan kredit lunak uang muka untuk konsumen dan kredit konstruksi untuk developer yang membangun rumah PNS.

Nilai pinjaman uang muka (PUM) maksimal Rp10 juta dengan bunga 8 persen per tahun selama jangka waktu KPR. Sementara kredit konstruksi untuk developer yang disetujui pemda setempat membangun rumah PNS ditetapkan 11 persen. Dengan kedua skim itu, ditambah subsidi bunga KPR dari pemerintah, harga rumah diharapkan makin terjangkau PNS.

Selain Taperum, bantuan pembelian rumah juga disediakan Tabungan Perumahan Prajurit (TPP) untuk prajurit TNI/Polri sebesar Rp14 juta/debitor. Baik pinjaman uang muka dari Taperum maupun TPP disalurkan melalui bank-bank penyalur yang ditunjuk mengikuti mekanisme perbankan secara umum. PNS dan anggota TNI/Polri bisa mengambil secara pribadi atau kolektif.

Permintaan PUM Taperum diajukan bersamaan dengan pengajuan KPR sehingga bank bisa langsung menghitung cicilannya, karena kalau meminta PUM cicilan KPR menjadi lebih kecil. Tapi, dalam praktik sering setelah mendapatkan KPR, baru PNS meminta PUM.

Tentu saja bank enggan memrosesnya lagi karena itu berarti mereka harus menghitung ulang cicilan nasabah. Dan itu berarti tambahan biaya. Padahal, margin yang didapat bank dari penyaluran KPR bersubsidi sudah kecil. Jadi, kalau PNS mau meminta PUM, sekalian diajukan waktu meminta KPR, jangan dipisah-pisah.

PNS yang sudah mendapat PUM tetap berhak atas bantuan uang muka yang Rp1,2 juta – Rp2 juta itu. Bila bantuan uang muka ini tidak diambil, si PNS akan memperolehnya saat pensiun berikut bunganya. Karena itu banyak PNS yang senang dengan program PUM yang baru ini, karena tidak mengganggu tabungannya di Taperum. Begitu pula developer.


Kredit Jamsostek

Skim kredit uang muka itu juga dilansir PT Jamsostek untuk para pekerja yang menjadi anggotanya dengan bunga yang lebih murah, hanya lima persen. Tahun ini skim itu diperluas dengan juga menyediakan kredit konstruksi untuk developer, serta KPR RSH bersubsidi dan non-subsidi untuk pekerja yang menjadi peserta Jamsostek.

Bunga KPR ditetapkan dua persen lebih rendah ketimbang bunga KPR bersubsidi. Bunga KPR bersubsidi untuk kelompok sasaran satu misalnya, ditentukan pemerintah 10 persen. Jamsostek menambah subsidi itu dua persen sehingga pekerja cukup membayar 8 persen dengan periode KPR maksimal 15 tahun.

Sedangkan bunga kredit konstruksi yang diberikan kepada developer yang sudah mendapat rekomendasi Jamsostek membangun rumah pekerja, ditetapkan sebesar bunga deposito dana Jamsostek + 5 persen. Seperti Taperum, penyaluran semua skim kredit itu dilakukan melalui mekanisme perbankan. Pengambilan skim kredit lunak Jamsostek bisa dilakukan secara individual atau kolektif.

Sejumlah persyaratan ditetapkan Jamsostek kepada pekerja yang mau mendapatkan skim kredit itu. Usia maksimal 40 tahun, sudah menjadi peserta Jamsostek minimal 5 tahun, belum memiliki rumah sendiri, mendapat rekomendasi dari cabang Jamsostek setempat, dan penghasilan memenuhi syarat untuk mendapatkan KPR sesuai ketentuan bank penyalur.

Untuk itu Jamsostek membagi dua kelompok pekerja yang bisa mengakses kredit tersebut berdasarkan penghasilannya. Kelompok I pekerja berpenghasilan Rp1,4 juta – Rp2 juta per bulan bisa mendapatkan KPR maksimal Rp49 juta, sedangkan kelompok II pekerja berpendapatan Rp800 ribu – Rp1,4 juta bisa memperoleh KPR maksimal Rp36 juta.

Persyaratan dengan term and condition berbeda ditetapkan kepada developer yang hendak memasarkan rumah kepada pekerja peserta Jamsostek, dengan memanfaatkan skim kredit Jamsostek di atas. Untuk mendapatkan rekomendasi, baik pekerja maupun developer tinggal mendatangi kantor Jamsostek setempat.


SISTEM KPR SYARIAH

Selain bank konvensional dalam sistem perbankan nasional juga ada bank syariah (Islam) yang antara lain menawarkan KPR syariah. Yang masih berupa divisi dari bank konvensional sebutlah BTN Syariah, Bank DKI Syariah, BNI Syariah, Niaga Syariah, Danamon Syariah, BII Syariah dan Bukopin Syariah. Sedangkan yang full bank syariah adalah Bank Muamalat, Bank Syariah Mandiri (BSM), Bank Syariah Mega, dan HSBC Amanah.

KPR dari bank syariah disebut program pemilikan rumah (PPR) atau murabahah. Dinamai demikian karena dalam perbankan dengan sistem yang mengacu pada ajaran Islam tidak dikenal istilah bunga. Bunga dianggap sebagai manifestasi perdagangan uang dan karena itu tergolong riba. Dalam Islam riba haram hukumnya meskipun masih terjadi perbedaan pendapat di kalangan ulama mengenai apakah bunga yang diterapkan dalam sistem perbankan konvensional juga tergolong riba.

Dari teknis perhitungan bunga PPR syariah persis KPR konvensional dengan sistem bunga flat. Yang berbeda esensinya. Di bank konvensional yang ditransaksikan adalah uang. Untuk itu sejak awal bank sudah menetapkan harga uang itu yang disebut bunga. Konsumen boleh menerima tingkat bunga itu atau mencari bank lain. Tingkat bunga bisa naik atau turun mengikuti perubahan bunga pasar.


Margin bukan bunga

Sedangkan, dalam sistem syariah yang berlaku adalah jual beli barang. Bank sebagai penjual, debitor sebagai pembeli. Hanya karena pembeli tidak mampu membeli secara tunai, bank menjual barangnya secara kredit. Jadi, prosesnya bank membeli dulu rumah yang Anda minati dari penjual atau developer, kemudian baru menjualnya lagi kepada debitor secara kredit.

Karena dijual secara kredit bank menambahkan sejumlah margin (keuntungan) pada harga jual rumah. Di atas kertas besarnya margin bisa dinegosiasikan antara bank dan calon debitor, meskipun praktiknya bank-bank syariah sudah memiliki patokan margin. Setelah margin disepakati, baru akad jual beli diteken.

Karena bersifat jual beli, sistem perhitungan cicilan PPR syariah pun mudah. Tinggal membagi harga jual rumah plus margin dengan periode cicilan. Misalnya harga rumah Rp200 juta, periode PPR 96 bulan (8 tahun), margin disepakati 10 persen. Bila konsumen membayar uang muka 20 persen atau Rp40 juta, nilai PPR menjadi Rp288 juta. Yaitu pokok Rp160 juta + margin Rp128 juta (10% x Rp160 juta x 8). Sedangkan cicilannya adalah Rp288 juta : 96 bulan = Rp3 juta/bulan.

Selama periode PPR tidak boleh ada adjustment margin dengan alasan apapun. Kalau bank melakukannya, dianggap sebagai aniaya atau kezaliman. Menurut ajaran Islam, jual beli tidak boleh dilakukan secara aniaya. Jadi, angsuran PPR flat setiap bulan tanpa terpengaruh sama sekali oleh fluktuasi bunga pasar. Ini perbedaan PPR syariah dengan KPR dari bank konvensional dengan sistem bunga flat.

Pada sistem bunga flat, karena masih berbasis jual beli uang, tingkat bunga masih mungkin berubah bila kenaikan bunga pasar terlalu tinggi. Untuk itu cicilan bunga berikutnya akan dihitung ulang dari saldo KPR berdasarkan tingkat bunga yang baru.

Share on Google Plus

About nowoadhi

This is a short description in the author block about the author. You edit it by entering text in the "Biographical Info" field in the user admin panel.
    Blogger Comment
    Facebook Comment